Dilema Antara Mengejar Karier atau Menikah
March 30, 2019
Dilema antara mengejar karier atau menikah. Dalam hidup pasti ada saatnya kamu untuk mengambil keputusan yang besar. Yang bahkan akibat dari keputusan tersebut bisa jadi merubah keadaan di masa depan. Tapi apapun keputusan yang diambil, sebaiknya selalu dipikirkan secara matang dan baik, agar tidak pernah ada kata 'penyesalan' atau 'andai saja' dalam hidup. Karena apapun keputusan yang diambil mau A, B atau C semua pasti ada konsekuensinya. Ya, begitupun kisahku.
Tahun Keemasan - 2011
2011 aku sebut dengan tahun keemasanku. Dimana aku berhasil menyelesaikan sekolah Diploma Tiga. Senang akhirnya aku mendapatkan gelar dibelakang namaku, meskipun baru Mega Rachmawati, A.Md. Tapi perjuangan aku dari tahun 2008-2011 terbayarkan.
Aku pun tercatat sebagai mahasiswa dengan nilai teratas kelima dari keseluruhan angkatanku dengan nilai IPK hampir sempurna yaitu 3.84 predikat cumlaude (bangganya aku, hehe).
Di acara wisuda pun, aku mendapatkan kesempatan untuk menjadi perwakilan mahasiswa yang memegang kalung bunga untuk aku berikan pada rektor (bayangkan dilihat semua teman angkatanku dan para orang tua saat itu di Gedung Sasana Budaya Ganesha Bandung, ibuku sampai nangis, huhu).
Bak durian runtuh, tahun ini pula 2 hari setelah selesai wisuda dan segala euforianya, aku mendapatkan telpon bahwa aku diterima sebagai pegawai di salah satu perusahaan retail besar sebagai staf finance.
Alhamdulillah, aku gak merasakan menjadi seorang jobseeker
Karena bayangan dan cita-cita menjadi seorang bankir masih menggebu. Meskipun aku sudah bekerja, aku masih berupaya untuk bisa bekerja sebagai bankir. Mulai dari apply lamaran dan sampai menjalani beberapa tes.
Lalu, apakah yang terjadi dengan pekerjaanku sebagai staf finance?
Aku hanya bertahan 4 bulan lamanya saja.
Tahun 2012 Menjadi Tahun Keberhasilan
Aku mulai bekerja di perusahaan retail per Desember 2011 hingga akhirnya aku mendapatkan keputusan bahwa aku DITERIMA sebagai bankir di salah satu bank BUMN terbesar pada bulan April 2012.
Finally, Alhamdulillah. My dream come true.
Tahun 2012 menjadi tahun keberhasilanku mencapai cita-cita. Aku ya aku memang ingin sekali bekerja sebagai bankir. Bagaikan mimpi, setelah diberitahu aku lolos. Yang membuat aku bertambah senang adalah aku ditempatkan di Kantor Cabang Utama yang terletak di sebuah gedung tinggi nan mewah di alun-alun Bandung.
Gak terbayang sebelumnya aku berhasil juga jadi penghuni gedung tinggi ini, padahal sehari-hari aku hanya bisa lewat saja.
Bukan hanya aku yang senang, ibuku shock sampai menangis, lagi-lagi karena beliau terharu.
Tahun 2013-2015 Jadi Tahun Untuk Berubah sekaligus Tahun dengan Dilema Besar
Setelah selesai dengan masa training dan terbiasa dengan pekerjaanku sebagai frontliner dengan jabatan Customer Service. Mulailah tahun 2013, datang kesempatan untuk aku mendapatkan posisi yang lebih tinggi. Ya, aku harus berubah. Aku harus berani menchallenge diriku lebih dari ini. Gak mau dong seumur hidup jadi CS terus.
Tiba-tiba ada pengumuman bahwa dibuka kesempatan untuk menjadi Auditor. Namun, saat aku mulai semangat, ada persyaratan yang membuat aku hopeless. Syarat minimal pendidikan harus S1, sedangkan aku hanya lulusan D3.
Seakan langit mendengar, tiba-tiba aku gak sengaja melihat iklan penerimaan mahasiswa baru program extention S1 untuk karyawan di salah satu universitas swasta di Bandung yang mempunyai akreditasi A. Tanpa pikir panjang, aku mulai membaca dan menghubungi pihak universitas dan menanyakan bagaimana tata cara pendaftarannya.
Setelah melalui proses seleksi, akhirnya tahun 2013 aku terdaftar menjadi seorang mahasiswa lagi.
Perjuangan menyelesaikan studi kali ini lebih sulit, karena aku harus membagi waktu antara bekerja dan kuliah. Selain itu, aku pun harus pintar menjaga stamina tubuh agar selalu fit. Targetku adalah aku harus lulus dengan predikat cumlaude lagi. Jadi, aku gak mau main-main dengan kuliahku ini.
Dua tahun kurang aku jalani proses kuliah, tahun 2015 setelah menyelesaikan skripsi, sidang. Akhirnya proses wisuda itu datang lagi. Datang untuk kedua kalinya aku memakai toga. Kali ini gelarku adalah Mega Rachmawati, S.E. Qadarallah aku mencapai target yang aku tentukan, dengan nilai IPK 3.90 predikat Cumlaude membuatku lebih percaya diri untuk melamar jabatan sebagai Auditor. Ini perubahanku. Perubahan terbaik.
Namun ternyata semua tak semulus itu. Tiba-tiba datang ujian antara pilihan untuk apply Auditor atau menerima pinangan dari seorang lelaki bernama Kartiwan Ferry.
Waktu itu tabungan untuk menikahpun aku gak ada, karena memang aku berencana untuk ikut job opening sebagai Auditor. Disisi lain aku dilema karena kalau aku jadi menikah maka aku harus mengakhiri karierku disini. Peraturan yang ternyata memisahkan kami, tidak boleh menikah dengan sesama pekerja, apalagi kami satu cabang hanya berbeda lantai saja.
Berulang kali aku memikirkan ini dengan matang dan penuh pertimbangan. Aku pun harus siap memberitahu orang tuaku kalau aku dihadapkan dengan dua pilihan paling berat dalam hidup. Antara mengejar karier atau keputusan untuk menikah.
Entah kenapa keadaan seakan mendukung aku untuk mengakhiri karierku. Padahal baru hanya rencana menikah, semua berita sudah tersebar dikantor dan yang pasti itu membuatku gak nyaman. Sampai kepala SDM datang menghampiri meja kerjaku dan bilang, "Bu Mega, awal Desember 2015 sudah tidak bergabung dengan kami lagi yah? berarti saya gak perlu ngedata baju untuk persiapan ulang tahun kantor." Seolah-olah mengaminkan aku pergi, padahal pengajuan pengunduran diri pun belum aku ajukan. Baperlah, aku ngerasa kayak diusir secara perlahan.
Mungkin berawal dari kebaperan itu membuat aku yakin meninggalkan kantor ini. Akhirnya proses pengunduran diri pun aku lakukan. Setelah melewati beberapa drama hit n run dari atasanku, akhirnya diputuslah kalau aku diperbolehkan resign per 30 November 2015.
Bye Bye meja 12. Bye bye nasabah. Bye bye semua kenanganku selama hampir 4 tahun di gedung ini. Aku pergi dengan bahagia. Ya, aku pamit.
Waktu itu tabungan untuk menikahpun aku gak ada, karena memang aku berencana untuk ikut job opening sebagai Auditor. Disisi lain aku dilema karena kalau aku jadi menikah maka aku harus mengakhiri karierku disini. Peraturan yang ternyata memisahkan kami, tidak boleh menikah dengan sesama pekerja, apalagi kami satu cabang hanya berbeda lantai saja.
Berulang kali aku memikirkan ini dengan matang dan penuh pertimbangan. Aku pun harus siap memberitahu orang tuaku kalau aku dihadapkan dengan dua pilihan paling berat dalam hidup. Antara mengejar karier atau keputusan untuk menikah.
Entah kenapa keadaan seakan mendukung aku untuk mengakhiri karierku. Padahal baru hanya rencana menikah, semua berita sudah tersebar dikantor dan yang pasti itu membuatku gak nyaman. Sampai kepala SDM datang menghampiri meja kerjaku dan bilang, "Bu Mega, awal Desember 2015 sudah tidak bergabung dengan kami lagi yah? berarti saya gak perlu ngedata baju untuk persiapan ulang tahun kantor." Seolah-olah mengaminkan aku pergi, padahal pengajuan pengunduran diri pun belum aku ajukan. Baperlah, aku ngerasa kayak diusir secara perlahan.
Mungkin berawal dari kebaperan itu membuat aku yakin meninggalkan kantor ini. Akhirnya proses pengunduran diri pun aku lakukan. Setelah melewati beberapa drama hit n run dari atasanku, akhirnya diputuslah kalau aku diperbolehkan resign per 30 November 2015.
Bye Bye meja 12. Bye bye nasabah. Bye bye semua kenanganku selama hampir 4 tahun di gedung ini. Aku pergi dengan bahagia. Ya, aku pamit.
Aku dan Meja 12 Meja Keramatku |
Desember 2015
Akhirnya aku merasakan juga status jobless. Hari-hari kulalui dengan menghitung hari. Terkadang ada rasa penyesalan. Setiap saat ibuku bilang "kamu yakin dengan keputusan kamu?, ya aku jawab "mau gimana lagi mah orang udah resign."
Aku menangis setiap hari, sampai-sampai aku banyak mengeluh, marah-marah dan bilang "kenapa aku harus mengorbankan karierku demi lelaki yang entah apakah memang benar dia jodohku? padahal aku gak pernah tahu apakah aku akan resmi menikah atau tidak, semua bisa terjadi, apapun bisa terjadi."
Ketakutan demi ketakutan itu melanda setiap harinya, sampai pada waktu yang entah dari mana datangnya. Tiba-tiba temanku yang sudah lama gak pernah berhubungan menelponku, dan menawariku pekerjaan ditempatnya bekerja. Yap, masih di bank juga tapi kali ini di bank swasta.
Akhirnya aku mencoba mengajukan lamaran, dan mengikuti semua proses tes yang diberikan. Sampai pada akhirnya tepat dipenghujung tahun 2015 aku dihubungi kalau aku diterima dan bisa mulai bekerja per Januari 2016.
Hikmah dibalik dilema antara mengejar karier atau menikah
Hikmah yang aku rasakan dibalik dilema antara mengejar karier atau menikah adalah Allah mudahkan. Disaat aku sudah merasa yakin dan memutuskan decision yang besar untuk hidupku yaitu menikah untuk menyempurnakan sebagian ibadahku. Disaat itu pula Allah mudahkan jalankan, Allah mudahkan rejekinya. Setiap rasa penyesalan dan dilema itu ternyata membuahkan hasil baik. Ini dia, rejeki itu gak akan pernah tertukar. Allah kembalikan lagi karierku, dan aku bisa bekerja tanpa harus khawatir akan proses pernikahanku.
Dan semua hal baik itu sebaiknya disegerakan jangan ditunda-tunda, karena bisa datang ujian dari mana saja, bisa ujian karier seperti aku, ujian keluarga, harta, kesehatan dan ujian lain tentunya yang gak diinginkan.
Alhamdulillah Maret 2016, aku tepat mengakhiri masa lajangku. Mengakhiri segala macam pencarian. Mengakhiri segala macam kecemasan hati dan mengakhiri kegalauanku yang sebelumnya susah move on dari Si Mantan yang telah bersama hampir 7 tahun tiba-tiba move on duluan tanpa aku ketahui. (tuhkan gak lupa, dasar kamu si fulan, haha)
Aku terima nikah dan kawinnya Mega Rachmawati.
Tulisan tentang dilema antara mengejar karier dan menikah ini merupakan tulisan yang berkolaborasi dengan Bandung Hijab Blogger. Kedua hal tersebut merupakan my big life decision yang mengubah jalan hidupku sampai sekarang.
Nah, kalau kamu apa sih big life decisionnya yang membuat perubahan besar dihidupmu sekarang? yuk share di kolom komentarku.
48 Comments
merinding, ampe ikut terharu, kenapa cerita kita kok hampir mirip ya? ;')
ReplyDeleteMirip yah? Aahh dilema yah
Deleteluar biasa, aku terharuuuu bacanya.. Ceritanya sedikit mirip sama ceritaku dulu hihihi
ReplyDeleteGimana mbak ceritanya? Heheh kepo
DeleteLuar biasa ceritanya teh :)
ReplyDeleteAlhamdulillah semua pasti ada hikmahya. Keputusan berat yang Allah ganti dengan banyak kebaikan ya Mbak Mega.
ReplyDeleteSemoga ke depan makin sukses ya..keluarga Samara dan tetap semangat berkarya sesuai passionnya
Aamiin ya Allah makasi mbak Dian
DeleteJadi wanita memang paling susah jika sampai dilema ini. Mengejar karir kadang sampai bisa mengorbankan keluarga atau keputusan menikah. Kalau saya kebetulan guru,job yang tuntutannya tidak seberat profesi lainnya. Bisalah fokus dengan momong anak juga. Tapi tetep saya mengutamakan keluarga. misalnya dengan mengurangi les-les privat atau nyambi bimbel. Tugas atau diklat keluar kota pun selalu saya tolak - kalau masih bersifat opsional. Sekarang anak-anak sih sudah agak besar saya jadi punya waktu agak luang.
ReplyDeleteSaya bisa ikutan kegiatan pengembangan diri dan riset. Meskipun vakum lama di bidang itu, Alhamdulillah masih bisa berhasil. Anak-anak pun berhasil terdampingi dengan cukup maksimal.
Jadi yakin deh, keputusan Mbak Mega untuk lebih mengutamakan menikah dan keluarga pasti kelak akan berbuah manis. Semoga samara selalu dan makin sukses dengan blognya, mbak Mega
iya betul mbak berat yah, tapi Alhamdulillah dengan kenal sama dunia blogging semuanya jadi berubah hehe aamiin ya Allah makasi mbak
DeleteEmang pas melaluinya mah asa berat banget ya teh. Tp pas skg inget suka jadi nyesel kenapa dlu sebegitu khawatirnya. Padahal mah semua ada jalannya..
ReplyDelete:""""
ReplyDeleteTetiba aku degdegan teeh, aku belum melewati masa-masa dilamar, galau nikah atau karier dll.. wkwk
Tp insya Allah, Allah kasih udh yg terbaik buat kita ya teeh...
Geulis pisan ya ampuun si teteh ihh fotona:""
Nanti juga merasakan kegalauan itu hehe hayoh loh mau gimana kalo udah datang masa itu hehe dinikmatin aja say
DeleteTo be or not to be.. Resign or pursue our career.. Masih jadi dilema ya buat perempuan kita.. Padahal we can have it all. Tapi bener ya, kalau mau nikah krn ibadah, suka dimudahkan jalannyaa
ReplyDeleteBener nikah karna ibadah suka ada aja jalannya. Tapi kalo mau nikah juga suka ada aja ujiannya hehe
DeleteYa Allah, luar biasa teh perjuangannya. Sukses dunia akhirat ya. Emosiku ikut teraduk-aduk baca ini, mirip-mirip ceritanya dgn diriku...
ReplyDeleteAduh maaf loh udah bikin teraduk-aduk hatinya asssik
DeleteSetiap orang pada dasarnya pasti mengalami masa-masa dilema seperti ini. Tapi memang pada perempuan prosentase-nya lebih besar, karena ada kewajiban mengikuti sumai setelah menikah. Saat mau resign pun aku sempat mengalaminya. Setelah malang-melintang dengan berbagai pekerjaan. Kemudian babat alas membangun sekolah. Akhirnya aku justru resign saat sekolah itu mulai berkembang. Tapi begitulah Allah sebaik-baik pengatur kehidupan. Tetap semangat ya, teh Mega. :)
ReplyDeleteBetul mbak Damar selalu unik jalannya Allah tuh, kadang banyak hal yang gak pernah terpikirkan eh malah jadi
DeleteMasyaallah mba dilemanya semoga sakinah mawaddah warohmah hingga jannah ya. Aku bacanya ikuttan deg-degan endingnya gmn. Emang sih perempuan pasti galau antara jadi IRT atau wanita karir. Tapi semoga apapun yg ditempuh Allah selalu mudahkan. Aamiin
ReplyDeleteAamiin semoga semuanya berjalan indah dengan kekuasaan Allah
DeleteSubhanallah ... semua cerita akan jadi kisah terindah yang bisa dibagi ke anak cucu nanti, ya
ReplyDeleteSemoga sakinah, mawadah, warahmah, mbak Mega
Aamiin ya Allah makasi bun
DeleteTemanku, pernah cerita, dia ada keinginan untuk resign tapi kalau resign sendiri gak dapat pesangon, jadi kawatir secara dia single parent, eh taunya, seminggu kemudian dia dpt surat akan ada PHK dari kantornya. Bukannya sedih malah senang karena tetap dapat pesangon. Pucuk dicinta ulam tiba
ReplyDeleteMasyaAllah bisa gitu yah. Rencana Allah emang kadang gak bisa kita tebak tapi pasti yang terbaik
DeleteKalau aq, dilema antara karir dan anak, ternyata salah satu anakq sangat mengharapkan aq selalu berada dekat dg dia tanpa pernah mengucapkan secara lisan...
ReplyDeleteNah mungkin kalo aku udah punya anak pasti dateng dilema baru nih.. dilema antara ngeblog sama anak.. ini sih dilemanya diada-adain kayaknya haha
DeleteMirip sama kisahku, Mba Mega. Bedanya aku resign saat udah punya buntut dan banyak utang. Hahahhaa. Hidup terasa pait bener, pengen berontak. Tapi semua terlewati juga. Sekarang udha bisa ngetawain masa lalu. Semangattttt ����
ReplyDeleteResign pas banyak utang? Wah keren sih ini. Nah bener mbak sekarang aku kalo inget masa itu pengen ketawa, ngapain juga terlalu cemas, toh kalo pun cemas hari esok tetap datang gak akan nungguin kita. Jadi ya jalanin aja yah
DeleteSaluuut mbak. Pasti bukan hal yang mudah ya,meleoaskan karir yang kita idam idam kan sejak lama. Tapi Allah mahatahu apa yang terbaik untuk kita.
ReplyDeleteIya bun beruntung malah sebenernya. Dipikir-pikir meskipun gedungnya wah dari luar tapi didalamnya terlalu banyak intrik dan drama. Alhamdulillah jalan Allahlah yang ngebuat aku terbebas dari jeratan gedung tinggi itu. Kalo kata bahasa sundanya bisa tiis ceuli herang panon bersih hate hehe
DeleteAhhh kegalauan yang sama dengan ku beberapa tahun silaaaam. Toss duyuuu. Semua pasti ada hikmahnya ya mbak. Sekarang mari kita tapaki jalan hidup kita dengan penuh semangat. Semoga Allah selalu memberkahi langkah kita.
ReplyDeleteNah bener mari kita tapaki jalan hidup kita biarkan Allah yang mengiring kita mau kemana
Deletebig life decision ku juga resign mbak, karena bapak menyekolahkanku sampai S1 tuh biar aku bisa kerja di kantor, eh aku resign dan merelakan ijazahku yang nganggur di kamar. Tapi alhamdulillah semua bisa mengerti
ReplyDeleteEehh sama dong mbak ijazah s1 aku nganggur aja tuh di map. Tapi bedanya ibuku belum nerima klo aku ini IRT
DeleteAh mbak Mega aku jadi terharu loh bacanya. Ternyata Allah kasih kejukan indah buat mbak. :)
ReplyDeleteAkhirnya setelah kuliah lagi, dan resign. Semoga bahagia selalu ya mbak. Kalo aku resign karena ingin sama anak :)
Alhamdulillah mbak.
DeleteHidup adlh pilihan. Sbg perempuan memang harus ada yg dikorbankan. Keputusan berat, karier atau rumah tangga. Selamat mba bisa melalui dengan keputusan berdasarkan pemikirsn yv tepat
ReplyDeleteAamiin insyaAllah mbak
DeleteDalam hidup memang selalu ada pilihan ya mba? Betapapun berat. Tapi bknnkah hdup mmg harus memilih mana yg lbh klik. Ikut membaca kisah mb ikut merasakan bingung, bahagia dll bercmpur. Alhmdulillah akhirnya mb bahagia dgn pilihn terbaiknya.
ReplyDeleteIya selalu aja kadang dihadapkan sama dua ato lebih pilihan yang harus diputuskan. Tapi ya apapun keputusannya kita harus terima konsekuensinya
DeleteMega hebat banget cum laude dua kali dan i feel you dilema datang dalam bentuk pertanyaan ke diri sendiri jangan2 kita blm sampai ke "full potential" belajar banyak dr cerita hari ini kudoakan mendapatkan kebahagiaan dan impian dalam bentuk lainnya :)
ReplyDeleteAamiin ya Allah teteh hatur nuhun
DeleteMau Gak mau jadi perempuan memang bakal dihadapkan dgn dilema itu. InsyaAllah setiap keputusan yang melibatkanNya adalah keputusan terbaik.
ReplyDeleteBank dengan gedung tertinggi d alun2?? Apakah itu B*I ??? Berarti qt 1 almamater yhhh, saya mah cuman outsourcing 😂😂
ReplyDeleteBetul teteh. Loh kok OS sih teh? Emang dimana ditempatinnya? Hehe
DeleteKalau aku dihadapkan dengan masalah yang sama, mungkin aku juga bakal se-bingung teteh. Insya Allah semua ada hikmah nya ya teh, ada skenario Allah yang indah dibalik keputusan yang teteh ambil. Semoga bahagia selalu teh :)
ReplyDeletepastinya ya teh, kita selalu mengalami dilema pada saat kita dihadapkan pada pilihan. Dan pada akhirnya hepi ending ya teh...menggenapkan separuh agama. barakallahu teh :)
ReplyDeleteBaper banget deh baca semua tulisan kolaborasi kali ini. Rasanya tuh selalu happy ending gitu. Semua orang pernah ada di tempat yang sama, hanya kisahnya saja yang berbeda.
ReplyDelete